Senin, 09 Juli 2018

15 Pahala Memelihara Kucing


Kucing merupakan salah satu hewan lucu dan termasuk dalam hewan yang istimewa di dalam Islam sebab merupakan hewan peliharaan Nabi Muhammad SAW yang sangat disayangi. Banyak orang yang masih merasa takut untuk memelihara kucing karena bisa berdampak buruk untuk kesehatan. Akan tetapi, semua makhluk yang diciptakan Allah di muka bumi ini tentunya mempunyai kegunaannya masing-masing seperti halnya dengan kucing. Meskipun ada sisi negatif dari hewan lucu ini seperti mencuri ikan di atas meja atau membuang kotoran, namun ternyata kucing juga memiliki keistimewaan dan bagi orang yang memelihara kucing juga akan memperoleh pahala.
1.      Menjadi Timbangan Kebaikan Saat Kiamat
Seseorang yang memelihara kucing ataupun binatang lainnya dalam jalan Allah dengan penuh Iman pada Allah dan meyakini akan kebaikan yang diberikan Allah, maka kebaikan yang sudah diberikan pada hewan tersebut, memberi makan hewan tersebut dan bahkan kotorannya, kelak akan ditimbang sebagai kebaikan di hari kiamat.
2.      Melatih Sikap Empati
Dengan memelihara kucing, maka akan menjadi latihan sifat empati pada seseorang dan anak kecil yang dalam masa perkembangannya dikelilingi oleh kucing, maka ia juga akan menjadi anak terlatih menjadi berempati dan penuh kasih sayang serta selalu memiliki pertimbangan atas apa yang dilakukan yakni memberikan dampak baik atau dampak buruk.
3.      Mendapatkan Rahmat di Hari Kiamat
Seseorang yang menyayangi hewan seperti kucing dan hewan lainnya termasuk hewan sembelihan sekalipun, maka akan mendapatkan rahmat dari Allah SWT di hari kiamat nanti. “Barangsiapa menyayangi meskipun terhadap hewan sembelihan, niscaya Allah akan merahmatinya pada Hari Kiamat.” (HR. Bukhari)
4.      Mendapat Ampunan dan Ridha Allah
Dari Syeikh Dr.Muhammad Luqman dalam syarahnya di kitab Adabul Mufrod menyebutkan jika setiap muslim memang sudah dianjurkan untuk selalu berbuat baik pada semua hewan seperti kucing supaya nantinya bisa mendapat ampunan dan juga ridha dari Allah Ta’ala.
5.      Merupakan Sedekah
Umat muslim sangat dianjurkan untuk memelihara, memberi makan dan juga minum pada hewan seperti kucing khususnya saat hewan tersebut sedang lapar dan haus sebab akan jadi berdosa jika harus membuat hewan tersebut menderita. Dengan memelihara kucing tersebut, maka sudah dijadikan sedekah bagi orang tersebut.
“Pada setiap sedekah terhadap mahluk yang memiliki hati (jantung) yang basah (hidup) akan dapatkan pahala kebaikan. Seorang muslim yang menanam tanaman atau tumbuh-tumbuh-an yang kemudian dimakan oleh burung-burung, manusia, atau binatang, maka baginya sebagai sedekah” (Bukhori, Muslim).
6.      Dosa Diampuni
Seorang muslim juga sangat disarankan untuk menolong hewan khususnya pada hewan yang menderita termasuk hewan najis seperti anjing. Ini membuat umat muslim tidak memiliki pengecualian untuk menolong binatang seperti kucing dan hewan najis seperti anjing karena tujuannya sangat mulia yakni tidak membiarkan hewan tersebut menderita. Dengan memelihara kucing contohnya, maka perbuatan dosa orang yang menolong hewan tersebut akan diampuni.
“Seorang wanita pelacur melihat seekor anjing di atas sumur dan hampir mati karena kehausan. Lalu wanita itu melepas sepatunya, diikatnya dengan kerudungnya dan diambilnya air dari sumur (lalu diminumkan ke anjing itu). Dengan perbuatannya itu dosanya diampuni”. (HR. Bukhari)
7.      Tidak Memiliki Banyak Kuman
Seperti yang kita ketahui, hewan kucing tidak menyukai air. Apabila dilihat dari fakta, air merupakan wadah subur bertumbuhnya kuman. Inilah yang menyebabkan seluruh permukaan tubuh kucing tidak memiliki jenis kuman karena kucing merupakan hewan yang takut air. Ini membuat kucing diperbolehkan dipelihara dalam Islam karena tidak memiliki kuman di tubuhnya.
8.      Kucing Bukan Hewan Najis
Allah sendiri sudah meniadakan najis pada kucing. Oleh karena itu meskipun kucing sudah memakan sesuatu yang najis seperti bangkai dalam jumlah sedikit ataupun banyak, maka menurut kemutraqan ucapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah kucing tetap bukan hewan yang najis.
9.      Melindungi Dari Gigitan Serangga Serta Tikus
Di abad ke-13, sebagai sebuah manifestasi penghargaan masyarakat Islam, rupa kucing dibuat sebagai ukurian cincin khalifah seperti patung, porselen dan bahkan sampai mata uang. Dalam dunia sastra pun, para penyair tidak ragu untuk membuat syair pada kucing peliharaanya yang sudah sangat berjasa untuk melindungi koleksi buku mereka dari tikus dan juga sejenis serangga lainnya.
10.  Mempunyai Irama Serupa Dzikir Kalimah Allah
Seorang Sufi yang bernama Ibnu Bashad hidup pada abad ke sepuluh menceritakan jika suatu hari ia dan sahabat – sahabatnya sedang duduk di atas masjid kota Kairo sambil menyantap makan malam. Saat kucing melewatinya, ibu Bashad memberikan sepotong daging pada kucing tersebut, akan tetapi kucing tersebut kembali lagi dan Bashad memberikan potongan daging kedua. Secara diam – diam, ibu Bashad mengikuti kucing tersebut sampai sebuah rumah kumuh dan ia melihat kucing tersebut memberikan sepotong daging tersebut pada kucing lain yang buta kedua matanya. kejadian tersebut menyentuh hatinya sampai ia menjadi seorang sufi sampai meninggal di tahun 1067.
Selain itu, juga terdapat cerita seorang sufi di Iraq bernama Shibli yang bermimpi jika segala dosanya terampuni sesudah ia menyelamatkan kucing dari bahaya. Selain itu juga, kaum sufi juga percaya jika dengkuran nafas kucing mempunyai irama yang serupa dengan szikir kalimah Allah SWT.
11.  Kegiatan Yang Disukai Allah SWT
Memelihara hewan peliharaan khususnya kucing dengan cara merawat dan menyayangi kucing tersebut menjadi tanggung jawab dan juga kewajiban kita sebagai majikan. Allah sendiri juga sangat menyukai seseorang yang memiliki rasa kasih dan penyayang pada hewan seperti kucing tersebut.
12.  Mendapat Ganjaran Baik dan Syurga
Seseorang yang memelihara kucing juga akan mendapatkan pahala dari Allah berupa syurga sekaligus ganjaran yang baik sebab berarti kita sudah menolong hewan yang sedang menderita karena haus atau lapar tersebut.
13.  Air Liur Kucing Adalah Suci
Dalam beberapa hadits. Nabi juga sudah menekankan jika air liur kucing tidaklah najis dan bahkan air bekas minum kucing bisa digunakan untuk widhu sebab kucing dianggap sebagai hewan yang suci. “Kucing itu tidak najis. Ia binatang yang suka berkeliling di rumah (binatang rumahan),” (H.R At-Tirmidzi, An-Nasa’i, Abu Dawud, dan Ibnu Majah).
14.  Perhiasan Rumah Tangga
Nabi SAW di saat pergi ke Bathhan daerah di Madinah berkata, ““Ya Anas, tuangkan air wudhu untukku ke dalam bejana.” Lalu, Anas menuangkan air. Ketika sudah selesai, Nabi menuju bejana. Namun, seekor kucing datang dan menjilati bejana. Melihat itu, Nabi berhenti sampai kucing tersebut berhenti minum lalu berwudhu.
Saat Nabi ditanya tentang kejadian itu, maka Beliau menjawab, ““Ya Anas, kucing termasuk perhiasan rumah tangga, ia tidak dikotori sesuatu, bahkan tidak ada najis.”
15.  Disayangi Penghuni Langit
Di dalam sebuah hadits yang sudah diriwayatkan oleh Musli, Rasulullah SAW bersabda, “Orang yang penyayang maka juga akan disayangi oleh Allah. Sayangilah makhluk Allah yang ada di muka bumi, maka niscaya juga akan disayangi penghuni langit.
Referensi


Keberkahan Air Zam - Zam


Zam-zam, Tiap Tetesnya Berlimpah Barakah
Oleh: Ustadz Mohammad Fauzil Adhim

Inilah air yang Allah Ta'ala beri kekhususan. Sesiapa hendak meminum air zam-zam, sepatutnya ia berdo'a memohon kepada Allah Ta'ala apa yang ia hajatkan. Bukan sekedar do'a mau minum. Bukan berarti airnya keramat, bukan pula mengandung kekuatan yang sangat dahsyat, tetapi semata karena Allah Ta'ala beri kekhususan. Kita sepenuhnya yakin kepada Allah Ta'ala, berbanyak minum karena kita beriman kepada yang menciptakan zam-zam. Dialah Rabbul 'Izzati, Allah Jalla wa 'Ala. Kekhususan ini sebagaimana yang Allah Ta'ala berikan kepada batu hitam (Hajarul Aswad) yang melekat pada Ka'bah.
Cukuplah kita merasa khawatir tergolong orang munafik jika kita enggan meminum zam-zam sehingga mengambil sangat sedikit, bahkan di saat Allah Ta'ala berikan keleluasaan untuk meminum yang banyak.

Rasulullah shallaLlahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"إِنَّ آيَةً مَابَيْنَنَا وَبَيْنَ الْمُنَافِقِيْنَ أَنَّهُمْ لاَ يَتَضَلَّعُوْنَ مِنْ زَمْزَمَ."

“Sesungguhnya tanda antara kita dengan orang-orang munafik adalah bahwasanya mereka tidak memperbanyak minum air zamzam.” (HR. Ibnu, Daruquthni dan Al-Hakim).

Bagaimana bisa enggan meminum air zam-zam menjadi penanda adanya kemunafikan dalam diri kita?
Seorang yang sungguh-sungguh beriman akan benar-benar yakin dengan setiap keutamaan yang disabdakan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Bahkan mereka tak sedikit yang berusaha mencintai apa yang dicintai oleh Rasulullah shallaLlahu 'alaihi wa sallam, meskipun tidak ada perintah khusus untuk turut melakukannya. Misalnya, memakai parfum itu sunnah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyukai Kasturi dan 'Anbar, tetapi tidak ada perintah khusus agar kita memakai wewangian jenis itu. Seseorang yang amat sangat cintanya kepada Rasulullah, dapat mengingini dan mencintai wewangian tersebut meskipun belum mengetahui baunya. Bahkan ia tetap mencintai kedua jenis wewangian tersebut meskipun ia menemukan wewangian yang lebih harum, semata karena ia mencintai Rasulullah dan berusaha mencintai apa yang dicintai oleh orang yang ia cintai. Ini berbeda dengan orang yang mengingini wewangian tersebut karena ingin memperoleh manfaatnya yang ternyata memang sangat banyak.
Serupa dengan itu adalah mencium Hajar Aswad. Ia hanyalah batu hitam yang menempel pada Ka'bah. Semata karena taat dan cinta kepada Rasulullah shallaLLahu 'alaihi wa sallam sajalah maka kita menciumnya. Jika tidak bisa, maka kita mengusapnya dan jika mengusap pun tidak bisa, kita melambaikan tangan kepadanya. Ini bukan karena Hajar Aswad bertuah, tetapi semata karena kita ingin memperoleh barakah dari ketaatan serta cinta kepada Rasulullah shallaLLahu 'alaihi wa sallam. Maka hendaklah kita melakukannya dengan memperhatikan petunjuk beliau. Tidak melampaui batas. Tidak pula menjadikannya sebagai takaran diterima atau ditolaknya umrah maupun haji kita. Pun, kita tidak memaksakan diri (takalluf) dalam melakukan sehingga justru terjatuh pada perbuatan haram. Mencium Hajar Aswad itu sunnah, sementara menzalimi orang lain itu haram. Tetapi alangkah banyak orang yang menerjang keharaman demi mengejar yang sunnah. Padahal tidak mungkin perbuatan sunnah dan wajib itu saling bertentangan. Ia pasti sejalan.

Bagaimana dengan seseorang yang enggan meminum air zam-zam disebabkan tidak menyukai rasanya?
Justru itulah ia sepatutnya memperbanyak meminum air zam-zam sebagai ibadah. Bukan kebutuhan. Bukan pula memuaskan keinginan.
Kembali ke zam-zam. Apa faedah meminum air zam-zam?
Tergantung niatnya. Ia bisa menjadi sekedar pelepas dahaga saja. Ia pun dapat menjadi sarana untuk memperoleh keutamaan pada saat berdo'a, memohon kepada Allah Ta'ala.

Sebagaimana disebutkan dalam Irwaul Ghalil, terdapat hadis shahih dari Jabir dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallaLlahu 'alaihi wa sallam bersabda:

مَاءُ زَمْزَمَ لمِاَ شُرِبَ لَهُ
"Air Zam-zam, tergantung niat orang yang meminumnya." (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).

Apakah itu berarti kita dapat menjadikannya sebagai obat? Ya, terutama ketika kita tidak menemukan obat untuk sakit kita. Apakah kita dapat mengambil barakahnya tatkala kita menghadapi masalah? Ya, tetapi yang harus kita ingat saat meminta jalan keluar kepada Allah Ta'ala tersebut adalah, air zam-zam tidak memiliki kekuatan. Kita melakukan sebagai perkara yang bersifat ta'abbudi, yakni karena ada perintah dan tuntunannya maka kita melakukan. Kita berdo'a saat meminum air zam-zam tersebut karena tahu bahwa ini di antara hal yang Allah Ta'ala sukai.

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallaLlahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَاءُ زَمْزَمَ لمِاَ شُرِبَ لَهُ إِنْ شَرِبْتَهُ تَسْتَشْفِي شَفاَكَ الله ُوَإِنْ شَرِبْتَهُ لِشَبْعِكَ أَشْبَعَكَ الله ُوَإِنْ شَرِبْتَهُ لِقَطْعِ ظَمْئِكَ قَطَعَهُ اللهُ وَهِيَ هَزْمَةُ جِبْرَائِيلَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ وَسُقْيَا اللهِ إسْمَاعِيْلَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ
"Air Zam-zam sesuai dengan niat ketika meminumnya. Bila engkau meminumnya untuk obat, semoga Allah menyembuhkanmu. Bila engkau meminumnya untuk menghilangkan dahaga, semoga Allah menghilangkannya. Air Zam-zam adalah galian Jibril, dan curahan minum dari Allah kepada Ismail." (HR. Daruquthni dan Hakim).

Terkait tabarruk (meraih barakah) dengan air zam-zam untuk memohon pertolongan kepada Allah Ta'ala, mari kita perhatikan hadis dari Abi Thufail dari Ibnu Abbas, ia berkata:
سَمِعْتُهُ يَقُوْلُ كُنَّا نُسَمِّيْهَا شَبَّاعَةً يَعْنِيْ زَمْزَمَ وَكُنَّا نَجِدُهَا نِعْمَ الْعَوْنُ عَلَى الْعِيَالِ
Saya mendengar Rasulullah bersabda, ”Kami menyebut air Zam-zam dengan syubba'ah (yang mengenyangkan). Dan kami juga mendapatkan, air Zam-zam adalah sebaik-baik pertolongan (kebutuhan atas kemiskinan)." (HR Thabarani).

Lalu apa do'anya? Terserah apa yang ingin kita mohonkan. Di antara riwayat shahih tentang ini adalah do'a yang biasa dibaca oleh Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu setiap kali meminum air zam-zam:
اللهم إني أسألك علماً نافعاً، ورزقاً واسعاً، وشفاءً من كل داء
"Ya Allah aku memohon pada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang luas, dan kesembuhan dari segala macam penyakit.“

Demikian Ad-Daruquthni meriwayatkan. Do'a ini memohon tiga hal penting. Pertama, ilmu yang manfaat, yakni ilmu yang menjadikan seseorang bertambah kebaikannya dan berguna ilmunya. Betapa banyak orang yang semakin bertambah ilmunya, bertambah pula keburukannya. Kadang bahkan dua keadaan ia hadapi sekaligus, yakni buruknya diri dan tidak bergunanya ilmu yang dipelajari bagi kehidupan, pun bagi kemanfaatan orang lain. Kedua, rezeki yang luas, yakni rezeki yang membawa kecukupan; memudahkan pemiliknya untuk membelanjakan dalam rangka memenuhi kebutuhan maupun melakukan kebaikan. Betapa banyak orang yang dilimpahi banyak rezeki, tetapi hidupnya sempit. Adapun seseorang yang adakalanya mengalami kesempitan rezeki, maka kita perlu bedakan antara orang yang sedang diberi ujian dan yang disempitkan rezekinya. Ketiga, memohon kesembuhan dari berbagai penyakit. Apakah ini hanya kita mohonkan saat sakit? Tidak. Ada orang yang dalam dirinya ada penyakit, tetapi tidak tampak. Tahu-tahu ia mendapati dirinya menginap penyakit yang sudah mengkhawatirkan. Maka memohon disembuhkan dari segala penyakit berarti memohon pula disembuhkan dari penyakit yang mulai menyerang, tetapi tidak tampak penyakitnya. Kita juga memohon 'afiyah, yakni keadaan sehat dan sekaligus terjauhkan dari potensi penyakit yang merusak. Memohon kesembuhan dari beragam penyakit juga bermakna memohon disembuhkan, kembali pada keadaan yang sehat, manakala kita memanjatkan do'a tersebut di saat kita sedang mengalami sakit.
Apakah kita harus berdo'a dengan lafaz do'a tersebut setiap kali meminum air zam-zam? Tidak. Sebagaimana disebutkan dalam hadis yang telah kita bincang lebih awal, air zam-zam sesuai niat yang meminumnya, maka do'a yang kita baca saat meminum air zam-zam dapat menyesuaikan apa yang kita hajatkan. Saya sendiri lebih menyukai minum zam-zam dengan membaca do'a:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى
"Ya Allah, aku memohon kepada-Mu petunjuk, ketaqwaan, keterjagaan, dan kekayaan." (Do'a dari hadis shahih riwayat Muslim, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan yang lainnya).

Selain meminumnya, kita mendapati penggunaan air zam-zam dengan cara mengusapkan ke orang sakit, ke bagian yang sakit dengan niat memohon kesembuhan kepada Allah Ta'ala. Ada juga yang menggunakannya untuk berwudhu. Tetapi sangat tidak disukai, makruh, menggunakan air zam-zam untuk mandi karena yang demikian ini termasuk sikap tidak menghargai kemuliaan zam-zam.
Lalu apa yang harus kita perhatikan agar kita benar-benar memperoleh manfaat dan meraih barakah berlimpah dari air zam-zam?

Mari kita simak nasehat Ibnul-‘Arabiy Al-Isybiliy Al-Malikiy:
وهذا موجود فيه إلى يوم القيامة لمن صحة نيته، وسلمت طويته، ولم يكن به مكذبا، ولا يشربه مجربا، فإن الله مع المتوكلين، وهو يفضح المجربين.
“(Manfaat) ini akan ada padanya hingga hari kiamat bagi siapa saja yang benar niatnya, lurus hati nuraninya tidak berdusta padanya, dab tidak pula meminumnya hanya untuk coba-coba; karena Allah bersama orang-orang yang bertawakkal, dan Allah membuka aib orang yang hanya coba-coba.”

Nah.
Semoga tulisan sederhana ini bermanfaat dan barakah.

Referesnsi

Tak Kenal Maka Ta'aruf


Bismillaah..

_“Saya sangat setuju jika tidak adanya pacaran, menurut saya kok ngga ada manfaatnya sama sekali dan ternyata ada banyak hikmah yang bisa kita petik kalo ngga nelakuin pacaran._
_Ngapain pacaran?_
_Nggak ada jaminannya juga bisa melanggengkan hubungan. Kalo pacaran yang dilihatin cuman kebaikannya aja, padahal manusia kan ngga ada yang sempurna, pasti ada khliaf-nya. Baru keliatan sifat seseorang kalo sudah serumah..”_
Begitulah ungkapan sederhana yang terlontar dari dosen muslimah saya pada suatu kesempatan. Asyik juga punya dosen yang punya ilmu agama yang ngga bisa diremehin..

Merupakan pilihan jika memang kita tidak melakukan hal yang biasa dilakukan oleh remaja seusia kita. Setelah saya paham akan adab pergaulan lawan jenis, saya bertekad untuk mempraktekkannya. Bismillaah saja.

_“Kalo ngga pacaran terus gimana donk kenal sama calon suami kita??”_, mungkin ada yang tanya seperti ini.


Awal proses syar’i untuk mengenal pasangan langkah pertama dinamakan *ta’aruf*. Yang mana dipertemukannya antara ikhwan dan akhwat dengan tujuan yang mulia untuk menyempurnakan agama.
Perlu dicatat dalam proses ini ikhwan akhwat tidak berduaan, akan tetapi *harus ditemani oleh mahrom* bisa dari salah satu pihak. Bisa juga tidak dipertemukan akan tetapi, mengenal dari ‘rekomendasi’ kerabat maupun ustadz/ah. Kalo dipertemukannya pas saat khitbah(meminang).

Dalam memilih calon pasangan hidup bukanlah seperti membeli kucing didalam karung. Tapi ngga usah dibuat bingung.. Allah sudah mengatur masalah ini.
Sebelum seorang ikhwan menikahi akhwat dan sebaliknya seorang akhwat mau menikah dengan ikhwan. Tentunya keduanya harus mengenal satu sama lain, tapi cara pengenalan disini tidak seperti yang dilakukan oleh mereka yang kurang paham terhadap syariat Allah, yakni menghalalkan pacaran atau pertunangan dalam rangka (katanya) ajang saling mengenal padahal penjajakan calon pendamping hidup..
Yang dimaksud mengenal calon pasangan adalah mengetahui, siapa namanya, asalnya, keturunannya, keluarganya, akhlaknya, agamanya, dan informasi lainya yang dibutuhkan.
Cara ini bisa ditempuh dari pihak ketiga, yakni bisa melalui guru ngaji, kerabat, sahabat maupun teman. Asal ngga japri (jalur pribadi) yak? Hehe. eh?


Nasihat yang saya dapat dari saudari yang lebih dahulu melakukan ta’aruf:
_“Jauh-jauh hari sebelum melangsungkan ta’aruf dengan ikhwan sebaiknya kita menyiapkan list pertanyan-pertanyaan agar mengetahui karakter ikhwan tersebut sehingga lebih memudahkan kita melanjutkan proses ta’aruf..”_

Beberapa list pertanyaan yang dimaksud ialah apa yang dilakukan ketika marah, hal apa yang membuat marah, hal apa saja yang biasa dilakukan, apa makanan kesukaan, kalo punya istri sukanya yang bagaimana (dirumah mendidik anak2/kerja), kriteria istri yang diharapkan, visi dan misi menikah, gambaran rancangan finansial untuk anak, konsep mendidik anak, dst.

Nasehat Ustadz Ahmad Gozali untuk muslimah jika ada ikhwan mengajak ta’aruf:
_“Jangan lihat siapa dirinya sekarang, tetapi lihatlah potensi yang dimilikinya. Bisa jadi ia, si calon akan menjadi jauh lebih besar dari sekarang. Jangan dilihat juga seberapa besar penghasilannya tetapi seberapa besar tanggungjawabnya dalam mengusahakan nafkah untuk istri dan anaknya kelak. Kerena besar tanggung jawabnya bukan tidak mungkin akan lebih memotivasi dalam mencari penghasilan yang lebih baik lagi.”_

Yang perlu diingat dan kita praktekkan ketika (nanti) ta’aruf baiknya kita menjaga dan membatasi interaksi dengan ikhwan tersebut melalui sms, BBM, WA, inbox fb, telfon, dst.
Meskipun telah berstatus ta’aruf, ini masih langkah awal lho. Jangankan ta’aruf yang sudah menerima khitbah saja masih harus menjaga interaksi. Yak, demi mencegah terjadinya fitnah. Sabar dikit yak?
Belajar dari sahabat saya yang beberapa waktu lalu ta’aruf,  beliau berprinsip jika  calon suaminya ingin menghubunginya tidak langsung melalui sms maupun telfon akan tetapi melalui perantara yaitu orangtua calon suami. Yak, tak ada tujuan lain untuk menjaga agar tidak terjadi fitnah yang tidak diinginkan.

Semoga bisa memberi manfaat.  Sekarang kan sudah tahu ilmunya,,, selamat mengamalkan ya

Referensi


Macam - Macam Cinta




Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahullah ketika menjelaskan ayat pertama surat Al Fatihah : (الحمد لله رب العالمين)، berkata : "Ayat yang pertama ini mengadung makna mahabbah atau kecintaan, karena Allah adalah maha pemberi nikmat, dan Allah yang maha pemberi nikmat senantiasa mencintai sesuai dengan kadar kenikmatan yang diberikan.
Maka, beliau Syaikh membagi mahabbah sebagai bentuk nikmat itu menjadi 4 :
Pertama, Mahabbatus Syirkiyyah, yaitu kecintaan yang menjerumuskan kedalam kesyirikan.
Allah azza wa jalla berfirman :
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ ۖ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ ۗ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ ظَلَمُوا إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ الْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ
"Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal)". Surah Al-Baqarah (2:165)
إِذْ تَبَرَّأَ الَّذِينَ اتُّبِعُوا مِنَ الَّذِينَ اتَّبَعُوا وَرَأَوُا الْعَذَابَ وَتَقَطَّعَتْ بِهِمُ الْأَسْبَابُ
"(Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali". Surah Al-Baqarah (2:166)
وَقَالَ الَّذِينَ اتَّبَعُوا لَوْ أَنَّ لَنَا كَرَّةً فَنَتَبَرَّأَ مِنْهُمْ كَمَا تَبَرَّءُوا مِنَّا ۗ كَذَٰلِكَ يُرِيهِمُ اللَّهُ أَعْمَالَهُمْ حَسَرَاتٍ عَلَيْهِمْ ۖ وَمَا هُمْ بِخَارِجِينَ مِنَ النَّارِ
"Dan berkatalah orang-orang yang mengikuti: Seandainya kami dapat kembali (ke dunia), pasti kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami. Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka; dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari api neraka". Surah Al-Baqarah (2:167)
Kedua, Hubbul Batil, yaitu mencintai kebatilan dan  mencintai pelaku kebatilan, dan membenci al-haq dan para pelakunya.
Cinta seperti ini adalah cinta orang-orang munafiq, yang setatus al-munafiqin itu adalah muslim hukmi (muslim dhohirnya) akan tetapi kafir haqiqy (kafir dihadapan Allah). Karena orang-orang munafiq itu menyembunyikan kekufurannya, namun menampakkan keislaman di hadapan manusia. Orang-orang munafiq ini dijanjikan keraknya neraka, nauzubillah!!!
Allah azza wa jalla berfirman :
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الْأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرًا
"Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka". Surah An-Nisa' (4:145)
Dari Ibnu Mas'ud radiyallahu anhu berkata : "Siapa penghuni Neraka yang paling berat siksanya?" Mereka menjawab : "Yahudi, Nashrani dan Majusi". Namun Ibnu Mas'ud menyangkal : " Bukan, yang paling berat siksanya di neraka adalah orang munafik yang disiksa di tingkat paling bawah neraka, di dalam kotak-kotak dari api yang terkunci rapat dan tidak berpintu".
Ketiga, Mahabbah Thobiiyah atau kecintaan yang muncul karena memang tabiiat manusia, yaitu kecintaan dan kesenangan terhadap harta dan anak-anak.
Kecintaan ini bila tidak sampai menyibukkan (tidak melalaikan) dari ketaatan kepada Allah azza wa jalla dan tidah sampai menjatuhkan kepada sesuatu yang diharamkan Allah, maka hukumya mubah atau boleh diambil.
Keempat, Mahabbah ahli Tauhid, yaitu kecintaan kepada ahli tauhid, dan membenci pelaku kesyirikan, dan ini adalah tali iman yang paling kuat dan menjadi bentuk ibadah yang paling besar antara hamba terhadap Rabbnya.
Menelaah dari 4 macam cinta itu, marilah kita bercermin untuk memilih dan menempatkan cinta dengan benar, ....
Akhiru da'wana anilhamdulillahi rabbil alamin.
Referensi

Ciri Orang Mendapatkan Lailatul Qadar




Ciri Orang yang Mendapatkan Lailatul Qadar
Di masyarakat kami ada keyakinan, orang yang mendapat lailatul qadar, dia akan menjumpai atau melilhat kejadian yang luar biasa. Misal, melihat tulisan Allah di langit atau pohon bersujud, atau langit terbelah atau orang buta tiba-tiba bisa melihat, atau orang lumpuh bs jalan tiba-tiba, dan kejadian luar biasa lainnnya. Apakah ini benar?
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Pertama, lailatul qadar terjadi sepanjang malam, sejak maghrib hingga subuh. Allah berfirman,
لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ . تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ . سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ
Lailatul qadar itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) Kesejahteraan sampai terbit fajar. (QS. Al-Qadr: 3 – 5)
Karena lailatul qadar berada pada rentang dari maghrib sampai subuh, maka peristiwa apapun yang terjadi sepanjang rentang itu berarti terjadi pada lailatul qadar. Sehingga,
Orang yang shalat maghrib di malam itu berarti dia shalat maghrib ketika lailatul qadarOrang yang shalat isya di malam itu berarti dia shalat isya ketika lailatul qadarOrang yang shalat tarawih di malam itu berarti dia shalat tarawih ketika lailatul qadarOrang yang sedekah di malam itu berarti dia sedekah ketika lailatul qadar
Kedua, semua orang yang melakukan ibadah ketika itu, berarti dia telah melakukan ibadah di lailatul qadar. Besar dan kecilnya pahala yang dia dapatkan, tergantung dari kualitas dan kuantitas ibadah yang dia kerjakan di malam itu.
Oleh karena itu, sekalipun dia hanya mengerjakan ibadah wajib saja, shalat maghrib dan isya di malam qadar, dia mendapatkan bagian pahala beribadah di lailatul qadar.
Imam Malik meriwayatkan secara balaghan (tanpa sanad), menukil keterangan Said bin Musayib (tabiin senior, menantu Abu Hurairah) tentang orang yang beribadah ketika lailatul qadar.
أَنَّ سَعِيدَ بْنَ الْمُسَيَّبِ كَانَ يَقُولُ: مَنْ شَهِدَ الْعِشَاءَ مِنْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ، فَقَدْ أَخَذَ بِحَظِّهِ مِنْهَا
Bahwa Said bin Musayib pernah mengatakan, “Siapa yang ikut shalat isya berjamaah di lailatul qadar, berarti dia telah mengambil bagian lailatul qadar.” (Muwatha’ Malik, no. 1146).
Az-Zarqani menjelaskan,
فقد أخذ بحظه منها، أي: نصيبه من ثوابها
“dia telah mengambil bagian lailatul qadar” maknanya dia mendapat bagian dari pahala lailatul qadar. (Syarh az-Zarqani ‘ala Muwatha, 3/463).
Ketiga, keterangan di atas bukan mengajak kita untuk bermalas-malasan dalam meraih kemuliaan lailatul qadar. Sebaliknya, dengan penjelasan ini diharapkan kaum muslimin semakin optimis dalam mengejar lailatul qadar, karena semua orang yang beribadah di dalamnya pasti mendapatkannya. Banyak dan sedikitnya, tergantung dari kesungguhan dirinya dalam mendekatkan diri kepada Allah. Mereka yang bersungguh-sungguh, akan mendapatkan petunjuk, sehigga dimudahkan Allah mendapatkan banyak kebaikan di malam itu.
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
Orang-orang yang bersungguh-sungguh untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. (QS. Al-Ankabut: 69)
Keempat, keyakinan bahwa orang yang mendapat lailatul qadar akan mengalami kejadian luar biasa, adalah keyakinan yang tidak benar. Bukan syarat untuk mendapat lailatul qadar harus mengalami kejadian aneh atau kejadian luar biasa.
Bahkan karena keyakinan ini, banyak orang menjadi pesimis untuk beribadah. Karena merasa sudah sering ibadah di malam-malam ganjil, namun ternyata selama dia beribadah tidak mendapatkan kejadian aneh apapun.
Untuk itu, keyakinan ini tidak selayaknya ditanamkan dalam diri kita dan masyarakat sekitar kita.
Allahu a’lam


Referensi
http://www.mrofiudin29.com/2018/06/ciri-orang-yang-mendapatkan-lailatul.html

                      

Dua Hubungan Manusia



Salah satu keharusan muslim adalah menjalin dua hubungan, yaitu hablum minallah (hubungan yang baik kepada Allah) dan hablum minannas (hubungan yang baik dengan manusia).
Allah SWT. Berfirman,
“Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya yang kamu miliki, sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri.” (An-Nisaa’:36)

HUBUNGAN KEPADA ALLAH SWT.
Di dalam ayat di atas, manusia harus menjalin hubungan yang baik kepada Allah SWT. Dengan menyembah dan menunjukkan pengabdian kepada-Nya tanpa syirik, baik yang besar maupun yang kecil. Dalam satu haditt, Rasulullah saw. Bersabda,
“Sesungguhnya sesuatu yang paling aku takutkan terjadi pada kalian adalah syirik yang kecil.” Sahabat bertanya, “Apakah syirik yang kecil itu ya Rasullullah?” Rasulullah menjawab,”Riya” (HR Ahmad)

HUBUNGAN DENGAN SESAMA MANUSIA
Manusia antara yang satu dengan lainnya saling membutuhkan, sudah seharusnya manusia bisa menjalin hubungan yang sebaik-baiknya, contoh-contoh kepada siapa saja harus menjalin hubungan yang sebaik-baiknya disebukan dalam ayat diatas.
1.    Berlaku baik kepada kedua orang tua, hal ini karena orang tua telah melahirkan, membesarkan dan mendidik dengan pengorbanan harta dan jiwa sehingga seorang anak tumbuh dan besar dengan baik. Oleh karena itu, setiap anak harus mampu menunjukkan kebaikan dengan sebaik-baiknya kepada orang tuanya, ini karena sebaik apa pun perbuatannya kepada orang tua, tetap saja hal itu tidak akan mampu membalas jasa dan kebaikan orang tua.
2.    Berlaku baik kepada kerabat, karena itu silaturrahmi harus disambung dan dikuatkan. Bila seorang muslim memutuskan hubungan silaturrahim, bisa menyebabkan dia terhalang masuk ke dalam surga.
3.    Berlaku baik kepada anak yatim. Setiap anak pasti membutuhkan perhatian, pendidikan dan nafkah dari orang tuanya. Namun, bila orang tuanya telah wafat yang menyebabkan si anak menjadi yatim, maka kaum muslimin dituntut menggantikan apa yang harus dilakukan orang tua terhadap anaknya.
4.    Berlaku baik kepada orang miskin. Menjadi miskin merupakan keadaan yang tidak disukai oleh manusia. Oleh karena itu, kemiskinan harus diatasi meskipun pada masyarakat kita semakin banyak orang yang menjadi miskin.
5.    Berlaku baik kepada tetangga, karena dia sangat kita butuhkan.
6.    Berlaku baik kepada teman sejawat. Seorang muslin harus bersahabat dengan persahabatan yang sebaik-bainya, persahabatan yang bias berbagi dan merasakan penderitaan maupun kebahagiaan.
7.    Berlaku baik kepada Musafir. Ketika melakukan safar (perjalanan) bias jadi seseorang merasakan kesulitan meskipun tidak selalu berupa kesulitan ekonomi, misalnya tersesat jalan yang perlu kita membantu menjelaskan rute perjalan yang harus ditempuhnya, bukan malah sengaja menyesatkannya.
8.    Belaku baik kepada Hamba sahaya. Hamba sahaya atau budak seharusnya diperlakukan dengan baik, karena dia banyak membantu majikannya. Dalam kehidupan sekarang , menyebutnya dengan pembantu rumah tangga meskipun ia berbeda kedudukannya dengan hamba sahaya.

JANGAN SOMBONG
Dalam rangkaian penyebutan kepada siapa saja manusia harus berbuat baik, Allah SWT. Menutup ayat di atas dengan kalimat,
“Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang yang sombong dan membanggakan diri.”
Kesan yang bisa kita tangkap dari kalimat ini adalah manusia jangan sombong kepada orang tuanya, meskipun dia lebih pintar dan kaya. Dia juga tidak boleh sombong dengan keraatnya, meskipun mereka orang yang lemah, miskin, dan bodoh. Jangan sombong kepada anak yatim karena ada saat di mana anak kita juga menjadi yatim. Jangan sombong kepada orang miskin karena ada saat di mana kita pun bisa menjadi miskin secara tiba-tiba. Jangan sombong kepda tetangga karena merekalah orang yang pertama memberikan pertolongan atay kita minta pertolongan saat kita kesulitan. Jangan sombong kepada teman karena kita sangat membutuh-kannya. Jangan sombong kepada musafir karena ada asaat di mana kita pun menjadi musafir dan jangan sombong kepada pembantu rumah tangga karena mereka besar bantuannya kepada kita meskipun tidak besar upah yang kita berikan.

Referensi
https://kultum.net/dua-hubungan-manusia.html

Jumat, 06 Juli 2018

Ruginya Pacaran Bagi Perempuan




Islam sudah mengatur seluruh aspek kehidupan manusia secara sempurna. Contohnya, dari cara berpakaian, cara berkomuikasi dengan orang lain, cara menjamu tamu yang baik sampai dengan bagaimana mencintai seseorang dengan benar. Di zaman sekarang ini banyak dari generasi muda yang salah mengartikan cinta. Mereka melampiaskan cintanya melalui pacaran, padahal di dalam pacaran sama sekali tidak ada cinta, kenapa? Karena sesungguhnya di dalam pacaran hanya ada nafsu bukan cinta. Islam memberi solusi bagi dua sejoli yang sedang jatuh cinta yaitu dengan menikah bukan pacaran.

‘’Pacaran tidak membuatmu dewasa, tapi pacaran akan membuatmu beradegan dewasa’’. Begitulah kira - kira kutipan kata dari ustadz Felix Siauw.

Kebanyakan dari mereka yang berpacaran awalnya hanya bertatap – tatapan, kemudian pegang – pegangan tangan, berpelukan dan pada akhirnya beradegan layaknya suami – istri yang tak seharusnya dilakukan.

Ada yang bilang ,‘’pacaran itu ajang pdkt untuk menemukan calon istri atau calon suami kelak.’’

Wah... kalau begitu bukankah pihak wanita yang paling dirugikan? Kenapa begitu? Yuk let’s cek it out

1.      Dosa dan tentu melanggar ajaran islam. Para ulama sepakat bahwa di dalam islam tidak ada ‘’pacaran’’. Dan ini termasuk perbuatan zina. Seperti kutipan ayat berikut : ‘’dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.’’ (Al – Qur’an surat Al- Isro’ (17):32 )
2.      Merusak kehormatan wanita. Pacaran menjerumuskan pelakunya melakukan hal – hal yang belum halal baginya. Ada yang beralasan ‘’kita pacarannya syar’i kok, nggak ngapa – ngapain.’’ Tidak mungkin bagi seorang laki- laki sejati jika tidak ada nafsu terhadap pasangannya dan syaiton tidak akan menyerah merayu manusia untuk berbuat maksiat.
3.       Merusak pikiran. Kenapa bisa? Lihat deh berapa sering orang berpacaran ngambek dengan berbagai alasan seperti, nggak bales chat sepuluh menit langsung dicurigai, nggak laporan kalau akan pergi ngambek. Wah, apa gak bosen tuh kerjanya ngambek melulu?  
4.      Menjauhkan kita dari-Nya. “Hm, tapi pacarku selalu ingetin aku sholat, bahkan sholat tahjjud dia telpon buat bangunin. Bukannya makin semangat ngejar pahala?” Ups! Semangat buat sholat tapi tetap melanggar perintah Allah yang lain, apa gak rugi? Lha, kalau sholatnya sambil membayangkan laki – laki yang belum halal untuk kita apa gak dosa? Nah lo…     
5.      Waktu buat keluarga menjadi berkurang. Masa sih?
Coba bandingkan seberapa banyak pelaku pacaran menghabiskan waktu mereka buat keluarga mereka dibandingkan dengan pacar mereka?
Itu beberapa saja kerugian pacaran secara umum. Masih banyak kerugian yang akan dialami bagi pelaku pacaran seperti hilangnya konsentrasi belajar bagi pelajar, sakit hati yang mendalam, dan lain sebagainya.
Duhai kaum wanita muda, gak mau kan hidupmu sia – sia hanya memikirkan si dia yang belum jelas menjadi jodohmu atau tidak?
Lebih baik kita memperbaiki diri supaya mendapatkan jodoh yang terbaik dari Nya J
Referensi